Seorang Pelajar Jerman Berjuang untuk Shalat
Perjuangan seorang pelajar Muslim agar bisa shalat di sekolah akhirnya berhasil. Pengadilan menetapkan sekolah harus memberikan hak beribadah kepadanyaHidayatullah.com--Sebagian Muslim ada menyepelekan kewajiban shalat, meskipun berada dalam kondisi sangat memungkinkan untuk shalat. Mereka menundanya atau bahkan tidak melaksanakan kewajiban itu.Namun, tidak demikian halnya dengan pemuda Jerman satu ini. Baginya shalat di mana pun harus tetap dilaksanakan.
Pemuda itu namanya Yunus M., berusia 16 tahun. Ia mengajukan tuntutan hukum terhadap sekolahnya, karena ingin diperbolehkan shalat di sekolah.Tuntutan hukum seperti itu pertama kalinya terjadi di Jerman. Mengacu kepada kebebasan beragama, pengadilan adminstrasi di Berlin akhirnya menetapkan keputusan banding ketiga pada Selasa (29/9) bahwa shalat yang dilakukannya tidak mengganggu operasional sekolah.Pengadilan mengatakan, hak dasar kebebasan beragama tidak hanya mengacu pada kebebasan internal sebuah kepercayaan, tapi juga kebebasan eksternal untuk melakukannya, termasuk di dalamnya adalah berdoa -- dalam hal ini shalat. Hal itu (kebebasan beragama) tidak terlaksana jika murid yang taat itu hanya diperbolehkan shalat di luar sekolah.
Jurubicara pengadilan, Stephen Groscurth mengatakan bahwa dengan kasus itu, “Siswa-siswa Muslim lainnya bisa merujuk pada kasus itu." Ini berarti, pengadilan akan menangani tuntutan semacam itu kasus per kasus, demikian jelasnya.Sekolah dengan demikian berkewajiban memperbolehkan Yunus untuk shalat dalam ruangan terpisah, di luar jam pelajaran selama 10 menit.Direktur sekolah, Brigitte Burchardt, mengatakan bahwa dirinya kecewa atas keputusan itu.
Menurutnya, keputusan itu mendahulukan lainnya dan operasional sekolah tidak bisa berjalan semestinya.“Ada delapan lagi murid yang mengajukan perlakuan serupa. Saya tidak tahu bagaimana cara melaksanakannya,” demikian katanya."Saya harus memperhatikan hak 650 murid," kata Burchardt. Sekitar 90 persen berlatar belakang imigran. Semua agama besar belajar di sekolah menengah Diesterweg di Berlin-Wedding itu.
Namun hakim yang memutuskan perkara, Uwe Wegener, berpendapat, ia tidak melihat adanya bahaya yang parah jika ada banyak siswa yang menuntut ruang untuk shalat.Wegener juga mengatakan, ia tidak menemukan dalam kasus ini bahwa shalat yang dilakukan Yunus bisa menyebabkan atau memperparah konflik di kalangan siswa dari berbagai agama dalam kehidupan sekolah sehari-hari.
Senat Pendidikan di Berlin mengatakan ketakutannya bahwa keputusan itu akan memaksa sekolah-sekolah umum untuk melepaskan netralitasnya dan bisa jadi "pengkotakan berdasarkan agama" akan terbentuk."Meskipun demikian, tentu saja pihak sekolah akan tetap melaksanakan keputusan pengadilan," kata pihak Senat.Ketua dari dewan yang mewakili pemerintah kota dan wali murid, Andre Schindler, mengatakan, organisasinya khawatir keputusan hakim itu akan mengurangi keinginan siswa Muslim berbaur dengan yang lain. Dewan itu mengusulkan Senat Pendidikan Berlin untuk mengajukan banding.Tapi pihak senat mengatakan, pihaknya akan banding setelah mengkaji keputusan yang ditulis hakim tersebut.
Pendapat pakarWegener mengatakan, Yunus telah berhasil memberikan bukti yang bisa diterima, yaitu kewajiban agama bagi dirinya untuk melaksanakan shalat lima waktu. Ia tidak melihat kemungkinan untuk tidak melakukan shalat selama berada di sekolah. “Hal itu tidak mungkin dilakukannya,” kata Wegener.
Pengadilan mendasari keputusannya pada pendapat pakar Islam.Pakar Islam dan profesor hukum dari Universitas Nuremburg-Erlangen, Mathias Rohe, memberikan kesaksian sebagai seorang pakar dalam persidangan.Rohe mengatakan kepada pengadilan bahwa apa yang diminta Yunus merupakan bagian dari ajaran Islam, yang berarti merupakan bagian dari kebebasan beragama.
Rohe mengatakan, itu bukanlah kasus dari seorang ektremis yang ingin melaksanakan sesuatu "dengan cara apapun."Kasus ini pertama kali merebak di tahun 2007 ketika kepala sekolah, yang sangat memegang teguh tradisi sekular, melarang Yunus dan kawan-kawannya untuk shalat.Tidak terima dengan larangan itu, pemuda yang beribukan wanita Turki dan ayah seorang Jerman --yang kemudian memeluk Islam-- itu akhirnya mengajukan tuntutan ke pengadilan. Dan ia menang.Pada keputusan pengadilan sebelumnya Maret 2008, pengadilan memerintahkan kepada pihak sekolah agar memperbolehkan remaja itu shalat satu kali selama jam istirahat sekolah.
Sejak itu, sekolah mengizinkannya untuk shalat di sebuah ruangan khusus yang disediakan, selama 10 menit dalam sehari.Sebelumnya, Yunus melakukan shalat di lorong sekolah dengan beralaskan jaket, sementara siswa-siswa lain yang berlalu-lalang menyaksikan apa yang dilakukannya.
Sumber; hidayahtullah.com