Liputan6.com, Jakarta: Greenpeace menyambut gembira keputusan Nahdlatul Ulama Jawa Timur pada akhir pekan silam yang menetapkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) haram. "Keputusan NU di Madura ibarat satu paku lagi yang mengunci peti mati rencana pembangunan PLTN di Indonesia," kata Tessa de Ryck, juru kampanye Regional Greenpeace Asia Tenggara, dalam siaran persnya yang diterima SCTV, Jumat (10/7).
Karena itu, Greenpeace mendesak presiden Indonesia terpilih bisa menjadikan keputusan NU sebagai titik menghentikan rencana membuang uang pada teknologi mahal dan berbahaya tersebut. "Serta mulai berinvestasi pada pengembangan energi bersih seperti geothermal, angin, mikrohidro, dan tenaga matahari," ucap Tessa.
Fatwa ini serupa dengan yang pernah ditetapkan NU Jepara, 1 September 2007. Saat itu, para ulama menyimpulkan risiko bahaya kebocoran radioaktif dan limbah radioaktif PLTN bakal sangat membahayakan masyarakat sekitar. Jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak positif dari pembangunan reaktor PLTN.
Sekadar informasi, di seluruh dunia industri tenaga nuklir mulai mengalami kejatuhan, meski para pelaku industri itu gencar mengkampanyekan kebangkitan mereka. Pada kenyataannya, industri tenaga nuklir masih belum bisa mengatasi masalah yang sudah ada sejak 40 tahun lalu.
Dari 435 reaktor yang kini beroperasi, sangat jarang yang dibangun sesuai jadwal dan bisa mempertahankan anggaran yang sudah direncanakan. Sejak 2008 lalu tidak ada satu pun PLTN baru yang beroperasi, bandingkan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga angin yang gencar dibangun hingga kapasitas 27 megawatt.
Dalam kampanyenya April lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan tidak akan membangun reaktor nuklir selama masih ada alternatif yang lebih baik. Juni lalu, Perusahaan Listrik Negara atau PLN tidak melihat masa depan nuklir sebagai bagian dari pengembangan energi di Indonesia.(VIN)
Karena itu, Greenpeace mendesak presiden Indonesia terpilih bisa menjadikan keputusan NU sebagai titik menghentikan rencana membuang uang pada teknologi mahal dan berbahaya tersebut. "Serta mulai berinvestasi pada pengembangan energi bersih seperti geothermal, angin, mikrohidro, dan tenaga matahari," ucap Tessa.
Fatwa ini serupa dengan yang pernah ditetapkan NU Jepara, 1 September 2007. Saat itu, para ulama menyimpulkan risiko bahaya kebocoran radioaktif dan limbah radioaktif PLTN bakal sangat membahayakan masyarakat sekitar. Jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak positif dari pembangunan reaktor PLTN.
Sekadar informasi, di seluruh dunia industri tenaga nuklir mulai mengalami kejatuhan, meski para pelaku industri itu gencar mengkampanyekan kebangkitan mereka. Pada kenyataannya, industri tenaga nuklir masih belum bisa mengatasi masalah yang sudah ada sejak 40 tahun lalu.
Dari 435 reaktor yang kini beroperasi, sangat jarang yang dibangun sesuai jadwal dan bisa mempertahankan anggaran yang sudah direncanakan. Sejak 2008 lalu tidak ada satu pun PLTN baru yang beroperasi, bandingkan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga angin yang gencar dibangun hingga kapasitas 27 megawatt.
Dalam kampanyenya April lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan tidak akan membangun reaktor nuklir selama masih ada alternatif yang lebih baik. Juni lalu, Perusahaan Listrik Negara atau PLN tidak melihat masa depan nuklir sebagai bagian dari pengembangan energi di Indonesia.(VIN)
usinkata; bagaimana kata anda..?
No comments:
Post a Comment